Selasa, 02 November 2010

STURKTUR DRAMA NASKAH

Drama naskah disebut juga sastra lakon. Sebagai salah satu genre sastra, drama naskah dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantic, makna). Wujud fisik sebuah naskah adalah dialog atau ragam tutur. Ragam tutur itu adalah ragam sastra. Oleh sabab itu, bahasa dan maknanya tunduk pada konvensi sastra, yang menurut Teeuw meliputi hal hal berikut ini :

1.    Teks sastra memiliki unsure atau struktur batin atau intern structure relation, yang bagian bagiannya saling menentukan dan saling berkaitan.
2.    Naskah sastra juga memiliki struktur luar atau extern structure relation, yang terkait oleh bahasa pengarangnya.
3.    System sastra juga merupakan model dunia sekunder, yang sangat kompleks dan bersusun susun. Selanjutnya Teeuw juga menyebutkan tiga ciri khas karya sastra, yaitu sebagai berikut :
a.    Teks sastra merupakan keseluruhan yang tertutup, yang batasnya di tentukan dengan kebulatan makna.
b.    Dalam teks sastra ungkapan itu sendiri penting, diberi makna, disemantiskan segala aspeknya; barang atau persoalan yang dalam kehidupan sehari hari tidak bermakna, dibaeri makna.
c.    Dalam member makna itu di satu pihak karya sastra terikat oleh konvensi, tetapi di lain pihak menyimpang dari konvensi dengan pembaharuan, antara mitos dengan kontra mitos (Teew,1983: 3-5).
Dasar teks drama adalah konflik manusia yang digali dari kehidupan. Penuangan tiruan kehidupan itu diberi warna oleh penulisannya. Dunia yang ditampilkan di depan kita (pembaca) bukan dunia primer, tetapi dunia sekunder. Aktualisasi terhadap peristiwa dunia menjadi peristiwa imajiner itu seratus persen diwarnai dan menjadi hak pengarang.. sisi mana yang dominan terlihat dalam lakon, ditentukan oleh bagaimana penulis lakon memandang kehidupan. Penulisan naskah ada yang menggambarkan sisi jelek, dan ada pula yang ingin berkhotbah lewat lakonnya itu.
Plot atau kerangka cerita
Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan. Konflik itu berkembang karena kontradiksi para pelaku yang semakin lama semakin meningkat.
Jalinan konflik dalam plot itu biasanya meliputi hal hal berikut ini :
a.    Protasis atau jalinan awal.
b.    Epitasio
c.    Cartasis
d.    Catastrophe (Aristoteles)
Gustaf Freytag memberikan unsur unsur plot ini lebih lengka, yang meliputi hal hal sebagai berikut :
a.    Exposition atau pelukisan awal cerita
Dalam tahap ini pembaca diperkenalkan dengan tokoh tokoh drama dengan watak masing masing. Pembaca mulai mendapat gmabaran tentang lakon yang dibaca.
b.    Komplikasi atau pertikaian awal
Sebagai contoh perkenalan Romeo dengan Yuliet :
Romeo
:
Kasih, demi bulan di langit aku bersumpah padamu!
Yuliet
:
Jangan bersumpah demi bulan, larena bulan berubah setiap saat. Jangan jangan cintamu juga berubah.
Romeo
:
Lalu demi apa aku bersumpah?
Yuliet
:
Jangan bersumpah. Atau jika aku ingin, bersumpahlah demi dirimu sendiri. Aku sangat mempercayaimu.
Romeo
:
Bagaimana bersumpah demi diri sendiri?
Yuliet
:
Kalau begitu tidak usah bersumpah. Kuncup kasih yang bersemi ini semoga menjadi bunga yang pernai. Sampai kita jumpa kembali, Romeo…
Romeo
:
Petunjuk cinta yang ghaib telah mengantarku kehadapanmu. Dan untuk cinta yang aku dapat akan kutaruhkan segalanya. Tetapi…. Aku seorang Montague….
Yuliet
:
Dan aku seorang capulet? Mengapa kita punya nama? Biarlah aku menjadi bukan Capulet, dan Romeo, lupakanlah bahwa dirimu Montague.
Romeo
:
Sayap cinta mempertemukan kita. Sebab itu tidak kutakuti nama.
Yuliet
:
Jika kita bertahan terhadap nama, kita akan dibunuh.
Romeo
:
Pandangan matamu lebih berbahaya dari seribu pedang Capulet yang ditujukan ke jantungku. Demi cintaku, akan kuhadapi semuanya.
(Romeo-Yuliat, hal. 48-49).


Dalam dialog tersebut ditunjukkan bahwa percintaan itu mendapat hambatan karena kedua keluarga itusaling bermusuhan, bahkan dapat terjadi bunuh membunuh jika hubungan antara kedua keluarga itu. Terjalin. Pengenalan terhadap pelaku sudah menjurus pada pertikaian.

c.    Klimaks atau titik puncak cerita
Dalam sebuah cerita, jika sudah mencapai titik puncaknya, kita dihadapi dengan sejuta pertanyaan (apakah berakhir bahagia atau tidak?). Dan sebagainya. Dan perasaan berdebar debar pada diri kita karena sudah terpengaruh dengan jalan ceritanya.
d.    Resolusi atau penyelesaian atau Falling action
Dalam tahap ini konflik mereda atau menurun. Tokoh tokoh yang memanaskan situasi atau meruncingkan konflik telah menemukan jalan pemecahan atau berakhir mati.
e.    Catastrophe atau donoument atau keputusan.
Drama drama modern akan berhenti pada klimaks atu resolusi. Drama tradisional membutuhkan penjelasan akhir, seperti halnya adegan tancep kayon dalam wayang kulit. Dalam tahap ini ada ulasan penguat terhadap seluruh kisah lakon itu.
Plot drama ada 3 jenis yaitu :
a.    Sirkuler, artinya cerita berkisar pada satu peristiwa saja.
b.    Linear, yaitu cerita bergerak secara berurutan dari A-Z
c.    Episodik, yaitu jalinan cerita itu terpisah kemudian bertemu pada akhir cerita.
Jenis Plot menurut Lajos Egri dapat digambarkan sebagai berikut :
·         Plot 1. Slowly Rising Conflict
·         Plot 2. Static Conflict
·         Plot 3. Jumping Conflict

Haryamawan menggambarkan jenis jenis plot sebagai berikut :
·         Plot 1. Plot Biasa
·         Plot 2. Plot Rapat
·         Plot 3. Plot Renggang

Alfret N. Frieman (1975) merinci alur berdasarkan tiga kategori, yaitu sebagai berikut:
a.    Alur peruntungan; terdiri atas alur gerak, alur pedih, alur tragis, alur penghukuman, alur sinis, alur sentimental, dan alur kekaguman.
b.    Alur penokohan, terdiri atas alur kedewasaan, alur perbaikan, dn alur pengujian.
c.    Alur pemikiran; terdiri atas alur pendidikan, alur pembuka rahasia, alur perasaan saying, dan alur kekecewaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar